TANAH LOT

Pura Tanah Lot merupakan salah satu obyek wisata di Bali yang terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam (sunset). Deburan air laut menghantam menambah keindahannya. Keindahan sunset menjadikan tempat ini banyak dikunjungi wisatawan asing maupun domestik. Pura Tanah Lot terlatak di desa Beraban, kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Pura tersebut berdiri di atas batu karang seluas kurang lebih 3 are atau sekitar 100 meter dari bibir pantai dan dapat di capai dengan jalan kaki apabila air laut dalam keadaan surut. Tanah Lot berasal dari kata Tanah dan Lot atau Lod, tanah yang di artikan sebagai batu karang yang menyerupai pulau kecil, dan Lot berarti Laut. Tanah Lot dapat diartikan sebagai pulau kecil yang terapung di tengah lautan. Menurut informasi, disekitar pura terdapat mata air tawar yang hanya dapat dilihat bila air sedang surut. Keberadaan mata air tawar itulah yang dijadikan pertimbangan ketika pura itu dibangun.
      Pura Tanah Lot dibangun pada abad ke 16 , Ketika itu Danghyang Nirarta melakukan tirteyatre atau perjalanan mengunjungi tempat-tempat suci, Danghyang Nirarta beristirahat disini, atas atas bisikan-bisikan kesucian yang beliau dapatkan, Danghyang Nirarta memberi petunjuk agar dibangun pura tersebut. Pura Tanah Lot berfungsi antara lain, pada halaman utama terdapat meru tumpang 5 sebagai tempat pemujaan Dewa Baruna yaitu penguasa potensi laut dan untuk memuja serta menghormati Danghyang Nirarta sebagai bhatara sakti dengan media pemujaan meru tumpang 3.
      Pada beberapa ceruk yang terdapat di sekitar pura terdapat ular ular belang yang jinak dan di percaya oleh masyarakat sekitar sebagai ular penjaga. Ular tersebut tergolong dari familia Hydrophiidae, Genus Hydrophis yang memilki bisa 30 kali lebih kuat dari bisa king kobra. Dahulu Kala, sebelum datangnya wisatawan mengunjungi tempat ini, banyak ditemukan ular-ular disekitar Pura Tanah Lot baik siang maupun malam hari dan hidup dengan tenang dan damai. Namun, dari dulu sampai sekarang belum ada orang yang digigit oleh ular tersebut.

ULUWATU

Pura Uluwatu merupakan salah satu pura Sad kahyangan di Bali, terletak di wilayah desa pecatu, kecamatan kuta, badung, atau di barat daya pulau Bali. Pura Uluwatu merupakan  salah satu pura yang menjadi tujuan para wisatawan. Pura ini berdiri kokoh di atas batu karang yang menjorok ke laut setinggi kurang lebih 80 meter diatas permukaan laut, sambil melihat pura, dari sini pula dapat menikmati keindahan laut (Samudra Hindia) yang berwarna biru serta keindahan sunset. Disebelah timur pura tersebut terdapat Alas kekeran (Hutan Terlarang) yang dihuni oleh ratusan ekor kera dan satwa lainnya. Pura Luwur Uluwatu atau Pura Uluwatu berasal dari kata ulu dan watu, ulu yang berarti kepala atau ujung dan watu berarti batu karang, jadi Uluwatu adalah pura yang di bangun di ujung batu karang. Berdasarkan Lontar Usana Bali, pembangunan Pura Uluwatu diawali oleh Mpu Kuturan pada abad ke 11 dan dilanjutkan oleh Danghyang Nirarta pada abad ke 16. Mpu Kuturan adalah tokoh sejarah yang hidup pada masa pemerintahan Udayana, Marakata dan Anak Wungsu.
      Dalam Lontar Dwijendra Tattwa Danghyang Nirarta dua kali berkunjung ke Pura Uluwatu. Kunjungan pertama ketika beliau melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat suci. Ketika sampai di Uluwatu, hati beliau tergetar dan mendengar bisikan kalau tempat ini baik untuk memuja tuhan. Beliau memilih tempat ini untuk ngaluwur (melepas jiwatman ) kelak bila saatnya tiba. pada abad 16 setelah Danghyang Nirarta diangkat menjadi pendeta penasehat raja oleh Raja Dalem Waturenggong yang memerintah tahun 1460-1552, beliau melanjutkan pembangunan Pura Uluwatu.
      Dalam kunjungannya yang ke dua ketika Danghyang Nirarta menemui alam moksa (menemui ajal),  beliau bagaikan kilat yang sangat cemerlang masuk ke angkasa, yang disaksikan oleh seorang pelaut.
      Dalam Lontar Padma Bhuwana tersirat bahwa Pura Uluwatu yang terletak pada arah barat daya yang berfungsi untuk memuja Dewa Rudra salah satu Dewata Nawa Sanga. Dewa Rudra merupakan aspek dari Dewa Siwa sebagai pemrelina atau pengembali ke asal mula. Dalam Lontar ini pula tersirat bahwa Pura Uluwatu merupakan kayangan jagat yang di puja oleh seluruh umat hindu.
 

ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI

Di Bali saat ini ditemukan berbagai corak arsitektur, mulai dari Arsitektur tradisional bali kuno, tradisional bali yang di kembangkan, arsitektur masa kini yang berstil bali bahkan arsitektur yang sama sekali tidak memiliki nuansa bali. Mengetahui aspek-aspek arsitektur tadisional bali di butuhkan pengetahuan yang mendalam terutama aspek filosofi, religius dan sosial budaya.Arsitektur tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari jaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali dan Asta Pasali. Arsitektur Tradisional Bali yang memiliki konsepsi-konsepsi yang dilandasi agama Hindu, merupakan perwujudan budaya, dimana karakter perumahan tradisional Bali sangat ditentukan norma-norma agama Hindu, adat istiadat serta rasa seni yang mencerminkan kebudayaan.
      Arsitektur Tradisional Bali memiliki beberapa konsep-konsep dasar yang mempengaruhi nilai tata ruangnya, antara lain :
  1. Konsep Keseimbangan (keseimbangan unsur semesta, konsep catur lokapala,konsep dewata nawa sanga ), konsep ini juga harus menjadi panutan dalam membangun diberbagai tataran arsitektur termasuk keseimbangan dalam berbagai fungsi bangunan. konsep dewata nawa sanga ialah aplikasi dari pura-pura utama yang berada di delapan penjuru arah dibali yang yang dibangun menyeimbangkan pulau bali, pura-pura utama itu untuk memuja manifestasi tuhan yang berada di delapan penjuru mata angin dan di tengah.Aplikasi konsep ini menjadi pusat yang berwujud natah (halaman tengah) dari sini menentukan nilai zona bangunan yang ada disekitarnya dan juga pemberian nama bangunan disekitarnya seperti Bale Daje,Bale Dauh,Bale Delod,Bale Dangin,
  2. Konsep Rwe Bhineda (hulu - teben, purusa - pradana) Hulu Teben merupakan dua kutub berkawan dimana hulu bernilai utama dan teben bernilai nista/ kotor. Sedangkan purusa(jantan) pradana(betina) merupakan embryo suatu kehidupan
  3. Konsep Tri Buana - Tri Angga, Susunan tri angga fisik manusia dan struktur tri buana fisik alam semesta melandasi susunan atas bagian kaki, badan, kepala yang masing-masing bernilai nista, madya dan utama.
  4. Konsep keharmonisan dengan lingkungan, ini menyangkut pemanfaatan sumber daya alam, pemanfaatan potensi sumber daya manusia setempat, khususnya insan-insan ahli pembangunan tradisional setempat.

Di dalam menentukan atau memilih tata letak pekarangan rumah pun menurut aturan tradisional Bali ada beberapa pantangan yang harus diperhatikan yaitu:
  1. Pekarangan rumah tidak boleh bersebelahan langsung ada disebelah Timur atau Utara pura, bila tidak dibatasi dengan lorong atau pekarangan lain seperti: sawah, ladang/sungai. Pantangan itu disebut: Ngeluanin Pura.
  2. Pekarangan rumah tidak boleh Numbak Rurung, atau Tusuk Sate. Artinya jalan lurus langsung bertemu dengan pekarangan rumah.
  3. Pekarangan rumah tidak boleh diapit oleh pekarangan/rumah sebuah keluarga lain. Pantangan ini dinamakan: Karang Kalingkuhan.
  4. Pekarangan rumah tidak boleh dijatuhi oleh cucuran atap dari rumah orang lain. Pantangan ini dinamakan: Karang Kalebon Amuk.
  5. Pekarangan rumah sebuah keluarga tidak boleh berada sebelah- menyebelah jalan umum dan berpapasan. Pantangan ini dinamakan: Karang Negen.
  6. Pekarangan rumah yang sudut Barat Dayanya bertemu dengan sudut Timur Lautnya pekarangan rumah keluarga itu juga berada sebelah-menyebelah jalan umum, ini tidak boleh. Pantangan ini dinamakan: Celedu Nginyah.
    Dan lain sebagainya.
      Desain interior berarti rancangan ruang dalam. Tetapi dalam konsep arsitektur tradisional Bali Madya konsep desain interior, juga dapat berarti rancangan “ruang di dalam ruang” (space in space) pada area rumah tinggal, ( by : http://m.isi-dps.ac.id/news/desain-interior-rumah-tinggal-tradisional-bali-madya ) dengan kesimpulan sebagai berikut :


1. Pola Zonasi 

    Pola zonasi rumah tinggal era Bali Madya memiliki pola teratur, dengan konsep ruang sanga mandala, yang membagi pekarangan menjadi 9 bagian area (pah pinara sanga sesa besik). Tata nilai ruangnya ditata dari area atau zona Utamaning utama sampai zona Nistaning nista untuk bangunan paling provan. Jadi konsep zonasi unit bangunan di dalam pekarangan rumah tradisional Bali Madya, ditata sesuai dengan fungsi dan nilai kesakralan dari unit bangunannya. Zona parahyangan untuk tempat suci, zona pawongan untuk bangunan rumah dan zona palemahan untuk kandang ternak, teba dan tempat servis/ pelayanan. Filosofi Trihitakarana sangat jelas diterapkan pada sonasi ruang rumah tinggal  era Bali Madya, karena zona ruangnya telah didesain agar keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama dan ala lingkungan tetap terjaga, sehingga pemilik dan pemakai bangunan memperoleh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.

2. Pola Sirkulasi

   Desain pola sirkulasi pada rumah tinggal tradisional Bali Madya adalah dari pintu masuk/angkulangkul menuju dapur (paon), yang memiliki makna sebagai tempat untuk membersihkan segala hal buruk yang terbawa dari luar rumah, kemudian baru dapat memasuki bangunan-bangunan lainnya, seperti ke Bale Dauh, Bale Gede/Dangin, Meten/Gedong dan bangunan lainnya. Sedangkan pola religiusnya dimulai dari Sanggah/Merajan, baru kemudian ke Bale Meten/Bale Daja, Bale Gede/dangin, Bale Dauh, Paon, Jineng, Penunggun Karang, Angkul-angkul dan bangunan tambahan lainnya. Proses aktivitas yang dimulai dari tempat suci ini dilakukan pada saat upacara secara tradisional Bali.

3. Orientasi

    Orientasi bangunan rumah tradisional Bali Madya adalah menghadap ke ruang tengah (natah),yang memiliki makna tempat bertemunya langit dan bumi, sehingga tercipta kehidupan di bumi. Langit (akasa) adalah purusa, sebagai simbol unsur laki-laki dan bumi (pertiwi) adalah pradana, yang merupakan simbol unsur perempuan. Unsur purusa dan predana inilah bertemu pada natah, sehingga tercipta kehidupan di rumah tinggal tradisional Bali Madya. Pada rumah tradisional Bali Madya, bangunan tempat tidur (Bale Meten) berorientasi ke Selatan, bangunan tempat anak muda/ tamu (Bale Dauh) berorientasi ke Timur, bangunan tempat upacara (Bale Gede/Dangin) berorientasi ke Barat, sedangkan dapur (Paon) berorientasi ke utara. Keempat unit bangunan pokok tersebut berorientasi ke tengah/natah sebagai halaman pusat aktivitas rumah tinggal. Orientasi pintu masuk tempat suci keluarga (Sanggah/ merajan) kearah Selatan atau ke arah Barat.
4. Lay Out Ruang

    Maksud dari lay out ruang adalah perencanaan, rancangan, desain, susunan, tata letak tentang ruang-ruang yang terdapat pada desain interior rumah tinggal tradisional Bali Madya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa desain interior tradisional Bali Madya adalah seluruh compound bangunan yang terdapat di dalam tembok penyengker, sehingga ruang kosong di
tengah yang disebut natah adalah termasuk ruang keluarga sebagai tempat bermain dan
berkumpulnya keluarga.






 

BALI

Bali adalah pulau dengan daya tarik wisata yang sudah terkenal di indonesia bahkan ke mancanegara. Bali merupakan salah satu provinsi di indonesia yang terdiri dari beberapa pulau seperti Pulau Bali,Pulau Nusa lembongan, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan serta pulau menjangan. Keindahan Pulau bali serta keanekaragaman seni dan budayanya,tidak heran lagi jika bali menjadi tujuan para wisatawan.Sejak di buka lebar untuk kunjungan orang asing,Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai pelancong namun tak sedikit para pemerhati dan penekun budaya seperti sastrawan,penulis dan pelukis yang datang mencatat keunikan Seni Budaya Bali.
       Bali juga dijuluki sebagai The Island of Gods, The Island of Paradise, The Island of Thousand Temples, The Magic of The World, dan berbagai nama pujian lainnya untuk menyanjung Bali di dunia pariwisata.kegiatan pariwisata bali yang mulai berkembang  sempat terhenti pada saat terjadinya perang Dunia II antara tahun 1942 -1945, yang kemudian disusul dengan perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun 1942-1949, dan pada tahun 1956 kepariwisataan di Bali dirintis kembali.
        Pada awalnya, Bali merupakan bagian dari provinsi sunda kelapa bersama NTT dan NTB.Secara resmi pemerintahan daerah tingkat 1 Bali lahir pada tgl 14 agustus 1958 dengan ibukotanya singaraja, selanjutnya dengan keputusan menteri dalam negeri dan otonomi daerah tgl 19 juni 1960, maka kedudukan ibukota dipindahkan ke kota denpasar.
       Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi, serta terbagi dalam 53 kecamatan, 674 desa, 1399 desa adat dan 3945 banjar/dusun. Pulau Bali terletak diantara Pulau Jawa dan Pulau Lombok, Batas fisiknya adalah sebagai berikut :
  • Utara :    Laut Bali
  • Timur :    Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)
  • Selatan : Samudera Indonesia
  • Barat :    Selat Bali (Propinsi Jawa Timur)
      Secara geografis, di tengah-tengah pulau Bali terbentang pegunungan memanjang dari barat ke timur, diantara pegunungan tersebut terdapat sebuah gunung sebagi puncaknya, misalnya gunung agung, gunung batur, gunung batukaru dan gunung abang. Gunung Agung dan Gunung Batur merupakan gunung berapi. Di Bali juga terdapat empat danau, diantaranya danau batur, danau beratan, danau buyan dan danau tamblingan.
       Penduduk Bali sekitar 92,3% menganut agama hindu, agama lainya adalah islam, katolik, protestan dan budha.